Pusbet News - Belum lama ini, warga Majalengka, Jawa Barat, digemparkan oleh sebuah kasus kekerasan dalam rumah tangga yang melibatkan dua anak di bawah umur. Kasus ini menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat setelah diketahui bahwa kedua anak tersebut dirantai dan digembok oleh ibu mereka sendiri, sebagai bentuk hukuman akibat tuduhan bahwa mereka telah mencuri handphone milik tetangga. Kejadian yang mengejutkan ini memunculkan banyak pertanyaan tentang alasan dibalik tindakan kekerasan tersebut, serta dampaknya terhadap perkembangan psikologis dan emosional anak-anak yang menjadi korban.
Peristiwa tragis ini bermula ketika dua anak yang berusia 12 dan 14 tahun dituduh mencuri handphone milik salah seorang tetangga di Desa Cikadut, Kecamatan Majalengka. Menurut keterangan yang beredar, tuduhan tersebut membuat sang ibu merasa sangat malu dan kehilangan kewibawaan di mata masyarakat sekitar. Dalam upaya untuk memberi "pelajaran" dan menghukum anak-anaknya, sang ibu memilih untuk merantai tubuh kedua anaknya dengan tali dan menguncinya dengan gembok.
Tindakan tersebut terjadi pada malam hari, di mana kedua anak tersebut ditemukan dalam keadaan dirantai pada sebuah tiang di dalam rumah mereka. Warga yang mendengar dan melihat kejadian itu segera melapor ke pihak berwajib. Polisi yang menerima laporan langsung bergerak cepat dan menuju lokasi untuk menyelamatkan anak-anak yang sedang terikat dan digembok.
Setelah polisi datang, kedua anak tersebut segera dibebaskan dan dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pemeriksaan medis dan psikologis. Sementara ibu yang melakukan tindakan tersebut diamankan untuk proses penyelidikan lebih lanjut. Kasus ini mencuat ke publik dan menarik perhatian banyak pihak, baik dari kalangan masyarakat, aparat hukum, maupun organisasi perlindungan anak.
Berdasarkan penyelidikan sementara, beberapa faktor dapat menjadi pemicu tindakan kekerasan ini. Di antaranya adalah:
Rasa Malu dan Kehilangan Kewibawaan: Sang ibu merasa sangat malu dan marah atas tuduhan pencurian yang diterima anak-anaknya. Dalam beberapa budaya, kehormatan keluarga sangat dijaga, dan jika ada pelanggaran atau perilaku yang dianggap merusak citra keluarga, orang tua sering kali merasa tertekan. Dalam situasi seperti ini, orang tua bisa kehilangan kendali dan memilih cara kekerasan untuk “memperbaiki” situasi, meski hal itu sebenarnya memperburuk keadaan.
Kegagalan dalam Pengasuhan: Terkadang, orang tua yang merasa gagal dalam mendidik anak, atau tidak mampu mengendalikan perilaku anak-anaknya, beralih ke hukuman fisik atau bentuk kekerasan lainnya. Tindakan ini sering kali dilakukan karena kurangnya pemahaman tentang cara mendidik anak yang efektif, tanpa harus melibatkan kekerasan.
Stres Sosial dan Ekonomi: Beberapa orang tua yang menghadapi tekanan ekonomi atau stres dalam kehidupan sehari-hari mungkin merasa sangat tertekan. Rasa frustrasi ini bisa berujung pada tindakan yang tidak rasional, seperti kekerasan terhadap anak, yang sebenarnya merupakan pelampiasan dari perasaan tidak berdaya.
Kurangnya Pengetahuan tentang Pengasuhan yang Sehat: Dalam banyak kasus, orang tua yang melakukan kekerasan terhadap anak sering kali tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai pengasuhan yang penuh kasih sayang dan tanpa kekerasan. Mereka mungkin tidak memahami dampak jangka panjang dari hukuman fisik atau tindakan ekstrem lainnya terhadap perkembangan psikologis anak.
Kekerasan yang dialami oleh kedua anak ini tidak hanya berdampak fisik, tetapi juga psikologis dan emosional. Beberapa dampak yang dapat dialami oleh anak-anak yang menjadi korban kekerasan semacam ini adalah:
Trauma Psikologis: Anak-anak yang dirantai dan digembok dalam kondisi seperti itu kemungkinan besar akan mengalami trauma psikologis yang mendalam. Mereka bisa merasa terisolasi, ketakutan, dan bahkan merasa tidak aman di rumah mereka sendiri—tempat yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan penuh kasih sayang.
Gangguan Perkembangan Emosional: Tindakan kekerasan seperti ini dapat mengganggu perkembangan emosional anak. Mereka mungkin akan merasa rendah diri, tidak dihargai, dan tidak dicintai. Hal ini bisa mempengaruhi kepercayaan diri mereka di masa depan dan kemampuan mereka untuk membangun hubungan yang sehat dengan orang lain.
Perubahan Perilaku: Anak yang sering mengalami kekerasan, baik fisik maupun emosional, dapat menunjukkan perubahan perilaku yang negatif, seperti agresivitas, kecemasan berlebihan, atau bahkan kecenderungan untuk melakukan tindakan yang sama terhadap orang lain.
Gangguan Sosial: Anak-anak yang menjadi korban kekerasan sering kali kesulitan dalam berinteraksi dengan teman-teman sebayanya. Mereka bisa merasa terasing atau sulit membentuk hubungan sosial yang sehat, karena mereka telah kehilangan rasa aman dan kepercayaan terhadap orang dewasa.
Kasus ini langsung menarik perhatian masyarakat Majalengka dan berbagai pihak yang peduli dengan perlindungan anak. Banyak yang mengecam keras tindakan ibu tersebut, menyatakan bahwa tidak ada alasan apapun untuk melakukan kekerasan terhadap anak, meskipun ada pelanggaran yang dilakukan. Banyak orang yang menyerukan perlunya pendekatan yang lebih positif dan penuh kasih dalam mendidik anak, daripada menggunakan kekerasan.
Pihak kepolisian telah menangani kasus ini dengan serius. Ibu yang melakukan kekerasan terhadap anak-anaknya kini telah diamankan dan sedang menjalani proses hukum. Pelaku dapat dijerat dengan Pasal 76C dan Pasal 80 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang mengatur tentang tindak pidana kekerasan terhadap anak.
Sementara itu, kedua anak tersebut mendapatkan pendampingan psikologis untuk membantu mereka memulihkan kondisi mental dan emosional mereka pasca peristiwa tersebut. Selain itu, keluarga juga disarankan untuk mengikuti program pendampingan agar dapat memahami cara-cara pengasuhan yang sehat dan efektif.
Kasus dua anak yang dirantai dan digembok oleh ibu mereka di Majalengka ini adalah contoh nyata dari betapa pentingnya pendekatan yang penuh kasih sayang dalam mendidik anak. Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh ibu tersebut tidak hanya melukai fisik anak-anak, tetapi juga merusak perkembangan psikologis mereka. Sebagai masyarakat, kita perlu terus meningkatkan pemahaman tentang pengasuhan yang sehat, serta menjaga anak-anak dari segala bentuk kekerasan, agar mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.